BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang :
Mengingat
bahwa setiap individu pasti mengalami proses belajar. Adapun suatu proses itu
pasti mengalami berbagai permasalahan untuk mencapai tujuan. Maka dalam proses
belajar pasti ada saja masalah yang terjadi, untuk itu kita perlu mengetahui
apa saja kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang terjadi pada proses
belajar. Kemudian bagaimana saja cara penanggulangannya. Dalam makalah ini akan
membahas tentang kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa dan bagaiman
cara pengelolaan kelas untuk meminimalkan kesulitan belajar yang terjadi.
B. Rumusan
Masalah :
- Apakah yang dimaksud dengan Kesulitan Belajar ?
- Bagaimana bentuk-bentuk kesulitan belajar?
- Apa sajakah gejala-gejala timbulnya Kesulitan Belajar ?
- Apa sajakah efek yang ditimbulkan oleh kesulitan Belajar ?
- Bagaimana manajemen pengelolaan kelas ?
- Bagaimana menjadi komunikator yang baik?
C. Tujuan :
- Mampu mengerti dan memahami pengertian Kesulitan Belajar
- Mampu memahami bentuk-bentik kesulitan belajar
- Mampu mengerti dan memahami gejala-gejala timbulnya kesulitan belajar
- Mampu mengerti dan memahami efek timbulnya Kesulitan Belajar
- Mampu memahami bagaimana cara memanajeman pengelolaan kelas
- Mampu memahami bagaimana cara menjadi komunikator yang baik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kesulitan Belajar
Menurut Burton (1952:622-624)
mengidentifikasikan bahwa seorang siswa dapat dianggap mengalami kesulitan
belajar jika yang bersangkutan mengalami kegagalan tertentu dalam mencapai
tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai
berikut :
1. Siswa
dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak
mencapai ukuran tingkat penguasaan (level
of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan
oleh orang dewasa atau guru.
2. Siswa
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mencapai prestasi yang
semestinya, sedangkan dalam prediksi hal tersebut dapat ia raih dengan hasil
yang memuaskan.
3. Siswa
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan (level of mastery) yang
diperlukan sebagai persyaratan bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran
berikutnya. (Nursalim,2007:155-156)
Menurut The
National Joint Commite for Learning Disabilities (NJCLD) kesulitan belajar
menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan
yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan,
bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi
matematika. (Mulyono,2003: 7)
Menurut The
Board of the Association for Children and Adulth with Learning Disabilities (ACALD)
kesulitan belajar khusus adalah suatu kundisi kronis yang diduga bersumber
neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, intelegensi, dan/ atau
kemampuan verbal dan/ atau nonverbal (Mulyono, 2003 : 8)
Mengingat bahwa “kesulitan” adalah suatu kondisi
yang mengalami hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan. Sedangkan belajar
adalah suatu proses untuk membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial) dalam bentuk kecakapan
baru. Maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah hambatan-hambatan
yang dialami individu dalam memahami suatu perubahan aktual atau potensial dan
suatu kecakapan baru.
B. Bentuk-bentuk
Kesulitan Belajar
Pada
dasarnya bentuk kesulitan belajar ada dua, yaitu : (1.) Kesulitan Belajar Umum
(2.) Kesulitan Belajar Khusus. Kesulitan belajar umum ini dimaksudkan bahwa
individu yang mengalami kesulitan dalam bidang akademik yang mengakibatkan
prestasi belajarnya rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
kesulitan belajar ini, baik internal maupun eksternal ,yaitu: IQ yang rendah,
disfungsi neurologis, gangguan fisik,
sosial dan mental yang ringan sehingga bisa mengganggu individu dalam menangkap
sebuah kecakapan baru.
Menurut The National Advisory Committee on
Handicapped Children (Mulyono, 2003:6) yang dimaksudkan kesulitan belajar
khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan
tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan,
berfikir, berbicara, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut
mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, dislexsia,
dan afasia.
Dalam hal
ini, kesulitan belajar khusus dibagi menjadi 2, yaitu : Kesulitan Belajar
Praakademik dan Kesulitan Belajar Akademik.
1. Kesulitan
Belajar Praakademik:
a. Kesulitan
Belajar Motorik dan Persepsi
Gangguan
perkembangan motorik sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan melimpah
(overflow movements) (ketika anak
ingin menggerakkan tangan kanan, tangan kiri ikut bergerak tanpa sengaja),
kurang koordinasi dakam aktivitas motorik, kesulitan dalam koordinasi motoric
halus (fine-motor), kurang dalam
penghayatan tubuh (body-image), kekurangan pemahaman dakam hubungan keruangan atau
arah, dan bingung lateralitas (confused
laterality) (Larner, 1981: 189). Berbagai gejala gangguan perkembangan
motorik tersebut sering dengan mudah dapat dikenali pada saat anak-anak
berolahraga, menari, atau belajar menulis. Anak dengan gangguan perkembangan
motoric juga sering mengganggu kelas karena menabrak perabotan, jatuh dari
kursi, pensil atau bukunya jatuh, dan memperlihatkan kecanggungan (clumsy)
(Mulyono,2003:144). Pada gangguan persepsi individu akan mengalami
kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan informasi sensoris, atau
kemampuan intelek untuk mencarikan makna dari data yang diterima oleh berbagai
indera. Maka dari itu pada gangguan persepsi ini terdapat berbagai macam
gangguan, yaitu :
-
Gangguan persepsi auditoris : ketidakmampuan untuk memahami atau menginterpretasikan
segala sesuatu yang didengar.
-
Gangguan persepsi visual : ketidakmampuan untuk memahami atau menginterpretasikan
segala sesuatu yang dilihat.
-
Gangguan persepsi taktil dan kinestetik : gangguan persepsi taktil adalah
ketidakmampuan untuk memahami atau menginterpretasikan berbagai objek melalui
meraba, contohnya tidak dapat mengidentifikasi angka yang ditulis di punggung.
Sedangkan gangguan persepsi kinestetik adalah ketidakmampuan untuk memahami
atau menginterpretasikan sesuatu yang diperoleh melalui gerak tubuh dan rasa
otot.
b. Kesulitan
Belajar Kognitif
Dalam kesulitan
belajar kognitif ini individu tidak dapat mengikuti pola perkembangan kognitif
seperti; pada masa pra-operasional (2-7 tahun) dapat menggunakan tanda dan
simbol disekitarnya. Pada masa operasional-konkret (7-11 tahun) dapat berpikir
logis dan memperhatikan lebih dari satu aspek sekaligus. Pada masa
operasional-formal (11 tahun-dewas) dapat berpikir abstrak dan menganalisis
masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan masalah. Akibatnya, anak
berkesulitan belajar ini tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kognitif yang
dituntut oleh sekolah.
c. Kesulitan
Belajar Bahasa
Menurut
Lovitt, ada berbagai penyebab kesulitan belajar bahasa, yaitu: (a) kekurangan
kognitif, (b) kekurangan dalam memori, (c) kekurangan kemampuan melakukan
evaluasi, (d) kekurangan kemampuan memproduksi bahasa, dan kekurangan dalam bidang pragmatic atau
penggunaan fungsional bahasa. (Mulyono, 2003 : 183)
2. Kesulitan
Belajar Akademik
a. Kesulitan
Belajar Membaca (dyslexia)
Dyslexsia adalah kerusakan parah dalam
kemampuan untuk membaca dan mengeja. Anak yang menderita gangguan belajar ini
sering kali sulit menulis dengan tangan, mengeja atau menyusun kalimat. Mereka
kadang menulis dengan lambat, tulisan mereka buruk sekali dan banyak terdapat
kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk menyesuaikan huruf dengan
bunyi. (Santrock, 2004: 230)
b. Kesulitan
Belajar Menulis (dysgraphia)
Kesulitan
belajar menulis yang berat disebut agrafia. Disgrafia menunjuk pada adanya
ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika.
Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia (dyslexia) karena kedua jenis kesulitan
tersebut sesungguhnya saling terkait. (Mulyono, 2003:227-228)
c. Kesulitan
Belajar Matematika (dyscalculis)
Istilah
diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterikatan dengan
gangguan sistem saraf pusat. Kesulitan belajar matematika yang berat oleh Krik
disebut akalkulia (acalculia).
Menurut Larner ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika,
yaitu (1) adanya gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi
visual, (3) asosiasi visual-motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan
memahami simbol, (6) gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan
membaca, dan (8) Performance IQ jauh lebih rendah dapada skor Verbal IQ.(Mulyono, 2003: 259)
C. Efek
Timbulnya Kesulitan Belajar.
Anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar tentunya merasakan hal-hal yang kurang
mengenakkan pada dirinya. Kesulitan belajar yang mereka alami tentunya berdampak
pada psiko-sosialnya. Psikologis mereka akan terganggu, beberapa anak akan
memendam problem emosional mereka. Depresi, kecemasan, dan ketakutan mereka
menjadi makin hebat dan menetap sehingga kemampuan mereka dalam belajar makin
menurun. (Santrock, 2004:238). Frustasi karena mengalami kegagalan dalam
memenuhi tuntutan dan tugas belajar. Mereka akan merasa bahwa dirinya tidak
dapat berbuat apa-apa, tidak berguna dan lain sebagainya. Kepercayaan dirinya
sudah menurun dan kehilangan semangat untuk belajar.
Dalam
segi sosialnya, berlainan dengan anak-anak berkesulitan belajar ringan, jika
anak-anak berkesulitan belajar ringan mereka tidak menarik diri dari lngkungan
maka anak-anak berkesulitan belajar berat akan cenderung menarik diri dari
lingkungan dan dijauhi oleh teman-teman sebayanya.
Dampak
lebih lanjut adalah jika anak-anak berkesulitan belajar ini tidak mendapatkan
perhatian atau penanganan khusus maka tidak akan bisa menyelesaikan
tugas-tugasnya, tidak dapat meraih prestasi dan gagal dalam karirnya.
D. Manajemen
Pengelolaan Kelas
Manajemen
kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid. Para pakar
dalam bidang manajemen kelas melaporkan bahwa ada perubahan dalam pemikiran
tentang cara terbaik untuk mengelola kelas. Pandangan lama menekankan pada
penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindak tanduk murid.
Pandangan yang baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan
hubungan dan kesempatan untuk menata diri. Manajemen kelas yang
mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan kelas dapat
melemahkan pengetahuan sosial. Tren baru dalam manajemen kelas lebih menekankan
pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisiplin diri dan tidak
terlalu menekankan pada control eksternal atas diri murid. (Santrock, 2004 :
553-554). Tujuan adanya manajemen kelas ini membantu murid menghabiskan lebih
banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktifitas yang tidak
diorientasikan pada tujuan, dan mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional.
a. Mendesain
Lingkungan Fisik Kelas
Mendesain lingkingan fisik kelas
bukan sekedar menata barang yang ada didalam kelas, melainkan mencakup hal-hal
berikut :
i.
Prinsip Penataan Kelas
Menurut Evertson, Emmer, &
Worsham, ada empat prinsip penataan kelas
·
Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang : Area
belajar kelompok, bangku murid, meja guru, dan lokasi penyimpanan pensil, rak
buku, computer, dan lokasi lainnya ini supaya dipisahkan sejauh mungkin dan
pastikan mudah diakses
·
Pastikan bahwa guru dapat dengan mudah melihat
semua murid : Pastikan ada jarak pandang yang jelas dari meja guru, lokasi
instruksional, meja murid, dan semua murid. Jangan sampai ada yang tidak
kelihatan.
·
Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus
mudah diakses :Tujuannya agar memiimalkan waktu persiapan dan perapian, dan
mengurangi kelambatan dan gangguan aktivitas.
·
Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua
presentasi kelas : Tentukan dimana guru dan murid akan berada saat presentasi
kelas diadakan. Untuk aktivitas ini, murid tidak boleh memindahkan kursi atau
menjulurkan lehernya. Untuk mengetahui seberapa baik murid dapat melihat dari
tempat mereka, duduklah di kursi mereka. (Santrock, 2004: 560)
ii. Gaya
Penataan.
Penataan kelas standar:
·
Gaya Auditorium : semua murid duduk mengahadap
guru. Penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke
mana saja. Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau
seseorang memberi presentasi ke kelas.
·
Gaya Tatap Muka : murid saling menghadap. Gangguan
dari murid lain akan lebih besar pada susunan ini ketimbang pada susunan
auditorial.
·
Gaya off-set : sejumlah murid ( biasanya tiga atau
empat anak) duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama
lain. Gangguan dalam gaya ini lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan
adapat efektif untuk kegiatan pembelajaran kooperatif.
·
Gaya Seminar : sejumlah murid (10 atau lebih) duduk
di susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U. Ini terutama
efektif ketika guru ingin agar murid berbicara satu sama lain atau
bercakap-cakap dengan guru.
·
Gaya Klaster : sejumlah murid (biasanya empat
sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama efektif
untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif. (Santrock, 2004 : 561)
b. Menciptakan
Lingkungan yang Positif Untuk Pembelajaran
i.
Strategi Umum
Strategi
umum mencakup penggunaan gaya otoritatif dan manajemen aktivitas kelas secara
efektif
·
Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang
restriktif dan punitive. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban dikelas,
bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru otoriter sangat mengekang dan
mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka. Murid di
kelas otoritarian ini cenderung pasif, tidak mau membuat inisiatif aktivitas,
mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial, dan memiliki
keterampilan komunikasi yang buruk. (Santrock, 2004: 566)
·
Mengelola Aktifitas Kelas secara Efektif.
Menurut
Jacob Kounin;
1. Menunjukkan
seberapa jauh guru “mengikuti”. Guru seperti ini akan selalu memonitor murid
secara regular. Ini membuat guru bisa mendeteksi perilaku yang salah jauh
sebelum perilaku itu lepas kendali. Guru yang tidak “mengikuti” perkembangan
kemungkinan besar tidak akan melihat perilaku salah itu sebelum perilaku ini
menguat dan menyebar
2. Atasi
Situasi Tumbapng-tindih secara Efektif. Guru yang efektif akan mampu menghadapi
situasi tumpang-tindih ini secara lebih baik. Misalnya, dalam situasi kelompok
membaca mereka dengan cepat merespons pertanyaan murid dari keluar kelompok
membaca yang mengajukan pertanyaan, tetapi dalam merespons itu dia
tidakmengubah aliran proses belajar membaca. Ketika berjalan keliling ruangan
dan memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi seluruh kelas.
3. Menjaga
Kelancaran dan Kontinuitas Pelajaran. Guru yang efektif akan menjaga aliran
pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat murid dan tidak menjaga agar murid
tidak mudah terganggu.
4. Libatkan
murid dalam berbagai aktivitas yang menantang. Guru yang aktif akan melibatkan
murid dalam berbagai tantangan tetapi bukan aktivitas yang terlalu sulit.(Santrock,
2004 : 567-568)
ii. Membuat,
Mengerjakan, dan Mempertahankan Aturan dan Prosedur
·
Membedakan Aturan dan prosedur
Aturan focus pada ekspektasi umum atau spesifik atau
standar perilaku. Contoh aturan umum adalah : “Hargai orang lain”. Contoh
aturan yang lebih spesifik adalah: :Dilarang mengunyah permen karet di kelas”.
Aturan cenderung tidak berubah karena mengatur dasar-dasar tindakan kita
terhadap orang lain, diri sendiri, dan tugas, seperti menghormati orang tua dan
hak milik, dan tidak mengganggu orang lain. Sedangkan Prosedur , atau routines,
juga berisis ekspektasi tentang perilaku namun biasanya diterapkan untuk
aktivitas spesifik dan diarahkan untuk mencapai suatu tujuan, bukan untuk
melarang perilaku tertentu atau menciptakan standar umum. Misalnya, prosedur
mengakhiri pelajaran (membersihkan meja dan meninggalkan kelas tepat waktu).
Prosedur mungkin akan berubah karena rutinitas dan aktivitas di kelas juga
berubah. Misalnya, dalam sebuah kelas, prosedur atau rutinitas menyatakan bahwa
setelah murid masuk kelas mereka harus mengerjakan suatu soal. Akan tetapi,
suatu hari guru mengubah prosedur ini dengan membolehkan murid mengawali
harinay dengan menyelesaikan tugas seni yang belum mereka selesaikan.
(Santrock, 2004 : 568-569)
·
Mengajarkan Aturan dan Prosedur. Guru kelas yang
efektif menjelaskan aturan mereka kepada murid secara gambling dan juga memberi
contohnya. Guru yang menentukan aturan yang masuk akal, memberi alasan yang
jelas, dan menegakkannya secara konsisten, biasanya akan dipatuhi oleh sebagian
besar murid. (Santrock, 2004: 570)
iii. Mengajak
murid untuk Berkerja Sama
Ada tiga
strategi :
·
Menjalin hubungan positif dengan murid. Guru
menunjukkan perhatian tulus pada murid sebagai individu sehingga mereka mau
diajak bekerja sama. Sebuah studi menemukan bahwa, selain membuat aturan dan
prosedur yang efektif, manajer kelas yang efektif juga menunjukkan perhatian
pada murid. Perhatian ini menyebabkan kelas dirasakan aman dan nyaman bagi
murid dan mereka merasa diperlakukan secara adil. Guru peka terhadap kebutuhan
dan kecemasan murid (misalnya, mereka menciptakan aktivitas yang menyenangkan
pada hari-hari pertama sekolah, bukan memeberi tes diagnostik) dan juga punya
keterampilan komunikasi yang baik (termasuk keterampilan mendengar), dan
mengekspresikan perasaannya kepada murid secara efektif. (Santrock, 2004: 571).
·
Mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggung
jawab. Beberapa pakar manajemen kelas percaya bahwa berbagi tanggung jawab
dengan murid untuk membuat keputusan kelas akan meningkatkan komitmen atau
kepatuhan murid pada keputusan itu. (Santrock, 2004:571)
·
Beri hadiah terhadap perilaku yang tepat.
Berikut
ini beberapa pedoman umtuk menggunakan imbalan dalam mengelola kelas :
o Memilih Penguat yang Efektif. Cari tahu
mana penguat paling efektif bagi setiap murid. Bagi seorang murid, imbalan yang
efektif mungkin berupa pujian; bagi murid lainnya mungkin berupa pemberian
aktivitas tertentu. Ingat bahwa aktivitas yang menyenakan sering kali berguna
untuk mengajak murid berkerja sama. Guru bisa berkata kepada murid, “Jika kamu
menyelesaikan soal matematika ini, kamu boleh ke area media dan bermain game di komputer”.
o Gunakan Prompts dan Shaping Secara Efektif.
Menggunakan prompt dan membentuk perilaku murid dengan memberi imbalan terhadap
perbaikan perilaku. Beberapa bentuk prompt
(dorongan) bisa berupa isyarat atau pengingat, seperti “Ingat Aturan tentang
antre”. Pembentukan shaping melibatkan pemberian hadiah kepada murid jika bisa
melaksanakan perilaku yang mendekati perilaku sasaran secara berturut-turut.
Jadi, guru awalnya bisa memberi hadiah jika 60 persen dari soal matematika yang
diselesaikannya jawabannya benar, dan kemudian jika mencapai 70 persen, dan
sterusnya.
o Gunakan Hadiah untuk Memberi Informasi tentang
Penguasaan, Bukan untuk Mengontrol Perilaku Murid. Imbalan yang mengandung
informasi tentang kemampuan penguasaan murid bisa menaikkan motivasi intrinsic
dan rasa tanggung jawabnya. Namun, imbalan yang digunakan untuk mengontrol
perilaku murid kecil kemungkinannyan bisa menaikkan rasa tanggung jawab dan regulasi
diri. Misalnya, pembelajaran seorang murid mungkin akan makin baik jika
terpilih sebagai murid paling rajin minggu ini karena dia melakukan sejumlah
aktivitas yang produktif. Akan tetapi, murid itu mungkin tidak akan termotivasi
jika dia diberi hadiah karena duduk tenang dibangku; imbalan seperti itu adalah
sebentuk upaya guru untuk mengontrol murid, dan murid yang terlalu banyak
dikontrol saat belajar cenderung akan bertindak “bidak catur”. (Santrock, 2004
: 573)
E. Menjadi
Komunikator yang Baik.
Mengelola
kelas dan memcahkan konflik secara konstruktif membutuhkan keterampilan
komunikasi yang baik. Tiga aspek utama dari komunikasi adalah keterampilan
berbicara, mendengar, dan komunikasi verbal.
a. Keterampilan
Berbicara
-
Berbicara di Depan Kelas dan Murid.
Menurut
Flozer, beberapa strategi untuk berbicara secara jelas:
1.
Menggunakan tata bahasa dengan benar
2. Memilih
kosa kata yang mudah dipahami dan tepat bagi level grade murid.
3.
Menerapkan strategi untuk meningkatkan kemampuan murid dalam memahami apa yang
anda katakan, seperti menekankan pada kata-kata kunci, mengulang penjelasan
atau memantau pemahaman murid.
4.
Berbicara dengan tempo yang tepat, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lambat.
5. Tidak
menyampaikan hal-hal yang kabur.
6.
Menggunakan perencanaan dan pemikiran yang logis sebagai dasar untuk berbicara secara jelas di
kelas. (Santrock, 2004: 576)
-
Bersifat Asertif (tegas)
Orang
dengan gaya asertif mengekspresikan perasaannya, meminta apa yang dia inginkan,
dan berkata “tidak” untuk apa yang tidak mereka inginkan. Ketika orang
bertindak tegas, mereka bertindak demi kepentingan dirinya yang terbaik. Mereka
memperjuangkan hak mereka yang sah, dan mengekspresikan pandangannya secara
terbuka. Individu yang asertif bersikeras agar perilaku yang salah harus
diperbaiki, dan mereka menolak dipaksa atau dimanipulasi . (Santrock, 2004: 575).
Menurut Bourne, beberapa strategi untuk menjadi individu yang lebih asertif
adalah :
·
Evaluasilah hak-hak anda. Tentukan hak anda dalam
suatu situasi tang anda hadapi. Misalnya, anda berhak membuat kesalahan dan
mengubah pikiran anda.
·
Kemukakan problem anda dan konsekuensinya kepada
orang yang terlibat dalam konflik.
·
Ekspresikan perasaan anda tentang situasi tertentu.
·
Kemukakan permintaan anda. Ini adalah aspek penting
dari sifat asertif. Kemukakan keinginan anda atau yang anda tidak inginkan
secara langsung. (Santrock, 2004 : 576)
Beberapa
pedoman untuk mengajukan permintaan yang asertif :
·
Gunakan perilaku nonverbal yang asertif.
·
Kemukakan permintaan anda secara sederhana dengan
kalimat pendek yang mudah dipahami.
·
Hindari mengajukan permintaan lebih dari satu dalam
satu waktu.
·
Jangan minta maaf atas permintaan anda.
·
Deskrepsikan manfaat dari permintaan anda.
(Santrock, 2004 : 576)
-
Rintangan Komunikasi Verbal yang Efektif
Menurut
Gordon, rintangan untuk menjalankan komunikasi verbal yang efektif antara lain
:
1. Kritik
2. Memberi
julukan dan pelabelan
3. Menasehati
4. Mengatur-atur
5. Ceramah
moral (moralizing). (Santrock, 2004 :
577)
-
Memberi Ceramah yang Efektif
Menurut
Alverno College, bebrapa pedoman untuk memberikan ceramah, yang bisa bermanfaan
bagi guru dan murid :
1. Jalin
hubungan dengan audien. Berbicaralah
langsung dengan audien. Jangan hanya
membaca catatan anda atau mengucapkan naskah yang sudah diingat.
2. Kemukakan
tujuan anda. Terus fokuskan tujuan anda selama berbicara.
3. Sampaikan
ceramah secara efektif. Gunakan kontak mata, isyarat, dan kontrol suara yanag
pas.
4. Ikuti
konvensi yang tepat. Termasuk di dalamnya adalah pengguanaan tata bahasa yang
tepat.
5. Tata ceramah
yang rapi. Termasuk di dalamnya adalah pendahuluan, isi ceramah, dan
kesimpulan.
6. Masukkan
bukti pendukung dan kembangkan ide anda.
7. Gunakan
media secara efektif. Ini dapat membantu audien
untuk menangkap ide-ide kunci. (Santrock, 2004 : 577-578)
b. Keterampilan
Mendengar.
Mendengar
aktif berarti memberi perhatian penuh pada pembicara, memfokuskan diri pada isi
intelektual dan emosional dari pesan.Menurut Santrock & Halonen, bebrapa
strategi untuk mengembangkan keterampilan mendengar aktif adalah :
1. Beri
perhatian cermat pada orang yang sedang berbicara.
2. Parafrasa.
Menyatakan apa yang baru saja orang lain katakan dengan kalimat anda sendiri.
3. Sintetiskan
tema dan pola. Pendengar aktif yang baik akan meringkaskan tema utama dan
perasaan pembicara yang disampaikan dalam percakapan yang panjang.
4. Beri
umpan balik atau tanggapan dengan orang yang kompeten. Memberi tanggapan secara
cepat, jujur, jelas, dan informatif.
c. Komunikasi
Secara Nonverbal.
Berkomunikasi
bukan dengan kata-kata melainkan dengan gerkan anggota tubuh. Bebrapa contoh
perilaku umum yang dilakukan orang untuk berkomunikasi secara nonverbal:
o Mengangkat
alis sebagai tanda tak percaya
o Bersendekap
untuk melindungi diri
o Mengangkat
bahu sebagai tanda tak peduli
o Mengedipkan
satu mata untuk menunjukkan kehangatan dan persetujuan
o Mengetukkan
jari tanda tak sabar
o Menepuk
dahi sebagai tanda lupa sesuatu. (Santrock, 2004 : 579-580)
D. Menghadapi
Perilaku Bermasalah.
Pakar
manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya (Santrock, 2004: 583) membedakan
antara intervensi minor dan moderat dalam menangani perilaku bermasalah.
a. Intervensi
Minor.
Problem-problem
ini biasanya adalah perilaku yang biasanya mengganggu aktivitas kelas dan
proses belajar mengajar. Strategi intervensi minor yang efektif antara lain
yaitu :
-
Gunakan isyarat nonverbal.
-
Terus lanjutkan aktifitas belajar. Dalam situasi
ini, murid mungkin meninggalkan tempat duduknya, mengobrol, bercanda, dan mulai
rebut. Strategi yang baik adalah bukan mengoreksi tindakan murid dalam situasi
seperti ini, tetapi lebih baik mulailah aktifitas baru dengan segera.
-
Dekati murid. Saat
murid mulai bertindak menyimpang anda cukup mendekatinya, maka biasanya
dia akan diam.
-
Arahkan perilaku.
-
Beri instruksi yang dibutuhkan
-
Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan
langsung. Jalin kontak mata dengna murid, bersikaplah asertif, dan suruh murid
menghentikan tindakannya.
-
Beri murid pilihan. Beri tanggung jawab pada murid
dengan mengatakan bahwa dia punya pilihan yakni bertindak benar atau menerima
konsekuensi negatif. (Santrock, 2004 : 583)
b. Intervensi
Moderat.
Beberapa
perilaku yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat. Misalnya, ketika
murid menyalahgunakan privilesnya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas, atau
mengganggu pelajaran atau mengganggu pekerjaan murid lain. Menurut Carolyn Evertson, ada beberapa intervensi
moderat untuk mengatasi problem jenis ini, yaitu :
o Jangan
beri priviles atau aktivitas yang mereka inginkan.
o Buat
perjanjian behavioral. Jika muncul problem murid dan murid tetap keras kepala,
guru bisa merujuk ke perjanjian yang telah disepakati bersama. Perjanjian itu
harus merefleksikan masukan dari kedua belah pihak. Dalam beberapa kasus, guru
bertindak sebagai pihak ketiga, yakni sebagai saksi, yang menandatangani
perjanjian.
o Pisahkan
atau keluarkan murid dari kelas.
o Kenakan
hukuman atau sanksi. (Santrock, 2004: 584)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesorang
yang mengalami kesulitan belajar berbeda dengan tunagrahita atau disability. Kesulitan belajar adalah
anak-anak yang memiliki kecerdasan normal atau diatas normal, kesulitan dalam
setidaknya satu mata pelajatan atau beberapa mata pelajaran akan tetapi mereka
tidak mengalami reterdasi mental. Anak-anak berkesulitan belajar mencakup
kesulitan mendengarkan,membaca, memori, berfikir, berbicara, menulis, mengeja,
berhitung atau keterampilan sosial. Biasanya berada pada kondisi-kondisi
seperti gangguan perseptual, luka pada otak, dislexsia, dan afasia.
Adanya
kesulitan belajar yang dialami oleh seseorang ini sulit didiagnosis karena
kebanyakan anak yang mengalami gangguan belajar dalam intensitas ringan,
sehingga sulit dibedakan dengan anak tanpa masalah gangguan belajar. Kendati
tingkat gangguan atau kesulitan itu bervariasi, dampak dari masalah kesulitan
belajar initerlihat jelas danrelatif menetap.
Kesulitan
belajar ini juga terjadi bersama dengan gangguan lainnya, seperti gangguan
komunikasi dan perilaku emosional.Dalam bidang pendidikan cara menanggulangi
anak-anak berkesulitan belajar dengan cara menajemen kelas atau mengelola kelas
dengan cara mendesain lingkungan fisik kelas dengan baik yang mencakup prinsip
penataan kelas dan gaya penataan kelas. Guru juga menciptakan lingkungan yang
positif untuk pembelajaran dengan strategi umum yaitu menggunakan gaya
otoritatif, mengelola aktivitas kelas secara efektif, mengajarkanaturan dan
prosedur, dan mengajak murid untuk berkerjasama.
Disamping
itu untuk pencegahan terjadinya kesulitan belajar, sebagai guru bisa menjadi
komunikator yang baik dengan cara keterampilan berbicara yang baik,
keterampilan mendengar yang baik dan berkomunikasi secara nonverbal dengan
baik. Dengan begitu diharapkan guru juga bisa menghadapi perilaku-perilaku
murid yang bermasalah.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock,
Jhon W. 2004. Psikoligi pendidikan Edisi
Kedua. Jakarta : Prenadamedia Group
Abdurrahman,
Mulyono. 2003. Psikologi Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalim, M. & Suradi. 2007. Psikologi Pendidikan.
Surabaya: Unesa University Press.
Comments
Post a Comment